Selasa, 28 Desember 2010

Menjadi Dewasa

Menjadi dewasa ternyata tidak sesederhana meniup lilin di atas kue ulang tahun. Aku tahu aku masih mencoba menjadi dewasa dan masih belajar mempelajari hidup. Tapi semoga beberapa pelajaran yang aku peroleh belakangan in iberhasil membuatku lebih dewasa.

Dewasa, adalah saat kita bisa menyeimbangkan emosi dan logika.
Adalah saat kita bisa menggunakan perspektif yang berbeda dalam memandang dunia.
Adalah saat kita bisa tetap menerima segala keputusan Dia.

Dan dewasa adalah saat kita mampu berdamai dengan kenyataan.

Love,
Fela.

Sabtu, 18 September 2010

From me, to You

Untuk Kamu, maha dari segala maha...
Maafkan aku yang selalu mengecewakannya, dan mengecewakanMu.

Maafkan aku yang mudah menggerutu. Mengeluhkan berbagai hal yang sebenarnya indah, bila saat itu aku cukup mengerti maknanya. Aku menggerutu saat Kamu tidak juga mendengarkan pintaku. Aku menggerutu saat Kamu tidak juga meraih tanganku, membantuku bangkit dari kejatuhan yang menyakitkan. Aku menggerutu, selalu menggerutu.

Maafkan aku yang pernah sangat marah padaMu, ketika Kamu akhirnya memanggil seorang sahabatku untuk pulang. Aku marah karena mengira Kamu tidak adil. Demi apapun, Kamu hanya memberinya waktu satu tahun untuk berjuang.

Maafkan aku yang dulu pernah hampir tidak percaya dengan kuasaMu, ketika Kamu tidak juga mengabulkan pintaku. Menempatkan aku dan mereka yang kusayangi di tepian terluar dari tebing yang tinggi, hampir jatuh sebentar lagi.

Tapi, sepatutnyakah aku masih mengeluh sekarang? Saat aku kemudian mengerti, semua yang Kau lakukan untukku itu karena Kamu sayang padaku? Sudah sepatutnya aku berterimakasih karena kamu telah membiarkanku jatuh. Jatuh, hingga ke lubangmu yang paling gelap, paling dalam, paling dingin. Bukankah hanya dengan jatuh kita bisa belajar untuk kembali berdiri? Memang, saat itu aku merasakan sakitnya. Memar, biru, lebam. Namun di akhirnya, bukankah dengan itu aku menjadi semakin kuat, Tuhan? Iya kan?

Tapi dan tapi, aku juga patut berterima kasih padamu karena telah memanggilnya pulang cepat-cepat. Sekarang aku baru mengerti, bahwa bukan karena kamu jahat maka kamu memanggilnya. Justru karena kamu sangat sayang padanya, maka kamu memanggilnya. Bodohnya aku.. bila kamu memberinya tambahan waktu setahun saja, pasti sakit yang dia rasakan akan berlipat ganda. Dan aku, aku serta mereka semua yang menyayanginya, pasti tidak akan tega. maka terima kasih, untuk sedikit waktu yang kamu sediakan untuk dia.

Tapi, tapi dan tapi... aku juga sudah selayaknya berterima kasih padaMu. Kalau saja dulu kamu tidak menempatkanku dan mereka yang kusayangi di tepian terluar tebing yang tinggi, hingga kami bisa melihat betapa dalam-curam-gelap-dan mengerikannya jurang di bawah kami, maka aku tidak akan bisa bersyukur akan nikmatnya memiliki mereka. Kamu membuatku sadar, bahwa keluarga adalah hartaku yang paling berharga. Bahwa keluarga adalah rumahku yang sebenar-benarnya, tempatku berpulang sejauh apapun aku berkelana. Untuk itu, aku berterima kasih.

Pada akhirnya di ujung senja, saat warna langit telah berubah menjadi gradasi orange-merah..
Aku sadar bahwa tidak ada yang Kau turunkan untukku selain nikmatMu. Terima kasih. Banyak terima kasih. Ah.. Semua terima kasihku tidak cukup, aku kira.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
(Ar-rahman, 13)

C'est la Vie, Peeps!

Kuterka sekarang sudah sekitar satu warsa,
sejak anda kulihat kali pertama

Dengan gitar kayu berpliturmu, merangkai nada yang tak akan pernah bisa kulupa hingga sewarsa sesudahnya

Saya tidak pernah mengira,
ternyata sesimpel itu saya kemudian mengaggumi anda
Sesederhana itu saya kemudian jatuh dalam satu lingkaran setan yang belum putus-putus juga

Sayang, perjalanan setelah itu yang justru tidak sederhana
Endingnya?
Menyakitkan, seperti yang telah kuduga
But, c'est la vie, Peeps :)

Pilihan atau Tidak?

Mencintaimu adalah sebuah pilihan. Pilihan yang akan menghantarkan aku dalam sebuah perjalanan yang dapat kuduga ujungnya. Pilihan yang kupilih, justru karena sikapmu yang selalu tidak dapat kuduga.

Sebenarnya, mencintaimu mungkin bukanlah suatu pilihan.

Mungkin mencintaimu adalah suatu keharusan. Karena seperti manusia yang harus makan, hanya kamu yang bisa membuatku kenyang. Aku tidak mau yang lain, karena memang aku tidak doyan. Meski mencintaimu akan membuatku meninggal keracunan. Meski mencintaimu berarti mutlak hanya mencintai. Absolut, tanpa dicintai olehmu.

Dan Kamu, Akhirnya Pulang.

Dan aku menatapmu ragu. Dua jam lebih kita terdiam. Menyelimuti ruang dengan hening. Namun ada suatu masa, di mana kita sudah tidak lagi membutuhkan aksara untuk menyalurkan makna. Seperti momen ini. Sinar mata telah mampu menggantikan kata, aku kira.

Dan kamu menarik napas lagi, satu-satu. Membuat raguku semakin menipis. Berubah menjadi takut.

Dan aku mulai menemukan matamu yang merapuh. Seperti kaca hampir pecah. Saput tipis air pelan-pelan berubah menjadi tirai air mata. Raguku menghilang. Aku hampir yakin, dapat memastikan apa yang hendak kau utarakan. Apa yang akan terjadi detik berikutnya, mendadak menjadi jelas. Sejelas air mata yang kemudian turun merembes, meleleh melalui pipimu yang menirus.

Dan mata hitam kenarimu yang selalu kurindukan itu, tertutup sudah.

Dan kamu, akhirnya pulang.

Senin, 01 Februari 2010

selalu saja ada paradoks

Aku ingin bertanya padamu,
Berapa kali kau pernah dikecewakan hidup??
Berkali-kali pasti
Saat aku dikecewakan lagi olehnya,
Aku terbiasa menarik napas panjang,
Ingin membuang kepengapan di dalam
Tapi ketika aku dikecewakannya lagi dan lagi..
Aku merasa semua sia-sia saja
Mengapa Dia terus saja menguji
Adakah sebenarya dia hanya ingin aku lebih merundukkan kepala?
Bersyukur?
Oke, aku akan bersyukur
Tapi ajarkan bagaimana caranya!!!
Bagaimana aku bisa mengucap terima kasih saat Dia belum pernah mengabulkan pintaku!!!
Aku tahu permainannya
Aku tahu bagaimana paradigmanya
Aku tahu paradoksnya!!!!!!!!!!!!
Paradoks antara pintaku, pintamu dan pinta mereka.
Tapi aku ingin sekali saja, sekali saja
Sekarang, detik ini, saat ini juga
Dia tunjukkan padaku,
Buktikan padaku bahwa kali ini pintaku yang Dia penuhi.
Aku mohon
Selagi aku masih mau memohon padaNya
Selagi aku masih percaya padaNya.
Aku mohon,
Jangan kecewakan aku lagi.

hidup dan dilemanya

Aku sedang berusaha mencintai hidupku, apa adanya
Meski memang, dalam implementasinya hidup terkadang menemukanku dengan caranya sendiri
Dengan caranya yang menyakitkan
Dengan caranya yang tidak sesuai keinginan kita
Tapi tetap harus kuakui, hidup itu indah
Bukankah hidup memang selalu tidak sesuai harapan?
Apa namanya bila kau hidup dalam dunia yang penuh dengan kepastian?
Apa namanya bila kau hidup dalam dunia yang penuh dengan busa tawa?
Aku jamin, itu bukan hidup namanya
Hidup adalah saat aku berani mencintai hidup, meskipun dia berjalan tidak sesuai kehendak
Hidup adalah saat aku berani untuk memutuskan berubah, menjadi pribadi yang lebih baik
Meski itu berarti keluar dari comfort zone-ku
Menjadi dewasa adalah saat aku berani menghadapi segala penyesalan,
Adalah saat aku dapat menerima sesuatu yang tak akan dapat kuubah
Adalah saat aku dapat terus bangkit, dari jatuhku yang dalam
Nah, bagaimana bisa aku menjadi dewasa, kalau aku tidak pernah merasakan jatuh?
Merasakan dinginnya, gelapnya, putus asanya suatu kegagalan?
Kalau aku sedang merasakannya sekarang, jangan bersedih, jangan menyerah dengan keadaan!
Karena sejengkal lagi aku akan menjadi dewasa,
Sejengkal lagi aku akan meraihnya
Aku tidak akan menjadi seseorang yang menyerah
Tidak akan pernah.

jatuh (tanpa) cinta

Ada orang pernah bercanda,
Jatuh cinta akan membuatmu menjadi penyair seketika
Kali ini biarkan aku yang bercanda,
Jatuh, tanpa cinta, akan membuatmu menjadi penyair paling hebat sepanjang masa
Jatuh, karena kecewa
Jatuh, karena terjegal kerasnya hidup
Jatuh, karena kau terlalu lelah untuk tegap kembali
Jatuh, dan merasakan dinginnya di kedalaman sana
Jatuh, dan tidak bisa melihat apapun di sana saking gelapnya

Kau hanya ingin orang lain jatuh bersamamu
Karenanya kau menyalurkan rasamu melalui aksara
Kau hanya ingin orang lain ikut merasakan perihnya
Kau hanya ingin orang lain ada di sisimu, hingga takutmu menjadi berkurang
Kau hanya ingin orang lain ada di sisimu, hingga beban nistamu tak seberat sebelumnya

Aku tidak membicarakan orang lain yang berkonotasi kekasih
Aku membicarakan orang lain yang memang orang lain adanya
orang lain yang tidak kau sayangi hingga kau tega menariknya dalam jurang yang sama denganmu

aku tidak suka

Aku sudah menebaknya
Sejak semula
Tapi kali ini aku tak akan rela jika benar tebakanku
Aku lebih memilih kalah lotere ribuan juta daripada merasakan sakit lagi
Egoku terus kau ungguli
Aku tidak suka

masih perlukah aksara?

Depresi. Stress. Hampir gila.
Mengapa tidak ada yang mengerti??
Perlukah aksara bila ekspresi bisa menjelaskan semua?
Perlukah aku menjelaskan satu satu ke semua?
Bila sedetik lagi aku menjadi gila?
Bila sedetik lagi aku akan meraih pisau di sana dan menggoreskannya ke nadiku?
Tolong.
Ada pembunuh di dalam diriku
Pembunuh yang akan meracuni pikiran dan hatiku,
Sedikit demi sedikit
Namun pasti adanya

dilema

Ada orang yang pernah bilang, lebih baik aku menjadi lampu yang bersinar redup, namun berada di tengah kegelapan

Daripada menjadi lampu dengan sinar yang menyala terang, namun berada di antara lampu-lampu mercusuar

Adakah kau menangkap sarkasme di sana?

Adakah kau menangkap suatu ketidakpercayaan?

Adakah kau menangkap suatu ketakutan? Suatu kerendahan?

Suatu rasa yang membuatmu terpaksa menciut, bersembunyi di balik semua digdaya

Digdaya yang seharusnya kau miliki, tapi tak pernah engkau keluarkan

Karena kau tidak memberinya kesempatan

Bah, katakan padaku apa itu kesempatan!!

Masih adakah kesempatan untuk sebuah sinar, untuk diperhatikan, apabila dia bersanding di antara jutaan lampu yang juga bersinar semua?

Sepasang mata akan bingung untuk memilih,

Kalau saja aku masih bisa memilih,

Aku bingung hendak memilih tempat yang mana

Namun sejujurnya, aku merindukan tempatku terdahulu,

Di dalam suatu ruangan yang pengap dan gelap,

Namun dengan sepasang mata yang bersorot lembut, mengucapkan terima kasih karena aku telah menerangi gelapnya

Seberapa reduppun sinarku, tapi paling tidak hanya aku seorang lampu yang menyala di sana.

terluka

Apa peduliku akan empati
Apa peduliku akan simpati
Aku tidak peduli lagi
Kau telah terlanjur mengoyak-ngoyak perasaanku
Seperti sebelumnya, seperti biasanya
Diammu menambah luka
Itulah yang paling salah!!
Kau tidak pernah berbuat salah!
Itulah yang paling salah, yang paling menyakitiku

mati untuk hidup

Aku harus bagaimana?
Biarkan aku menikmati kematian ini sejenak,
Biarkan aku menikmati sakit ini sejenak,
Jangan kau kira aku menyerah bersama kekalahan
Aku hanya berdamai dengannya
Perihnya, hendak kukekalkan dahulu
Sebelum aku melangkah maju,
Dan kukalahkan hidup

lost.

Bisikkan padaku, yang mana batasnya!
Di mana batasnya!
Karena saat itu aku tidak merasa pernah melewatinya,
Karena saat itu aku tidak melihat pernah melewatinya,
Karena saat itu aku tidak mendengar orang berteriak padaku, hendak mencegah kakiku yang akan melanggarnya
Namun sekarang setelah aku sadar,
Aku telah jauh sekali dari setapak kecil jalanku,
Aku tersesat.
Tanganku menggapai
Sia-sia, yang ada aku menemukan tangan ini membeku di udara
Kaki-kakiku berlari mundur ke belakang
Sia-sia, yang ada aku hanya menemukan tanah lapang tanpa batas
Garis horizon di belakangku, seakan terlalu angkuh untuk disentuh
Aku ingin kembali,
Ke setapak kecil jalanku
Aku ingin kembali,
Merasakan betapa indahnya jalanan itu
Merasakan betapa kuatnya pijakan kakiku dulu
Ya Tuhan, Astaga....
Aku telah tersesat.
AKU INGIN PULANG

They are the reason, I do what do and I did what I did

Goo Goo Dolls - Iris