Hari ini genap satu warsa titikmu mengabur,
dan lebur dalam gradasi merah-orange langit senja
sudahkah kau temukan damai di sana?
live was like a box of chocolates, you never know what you're gonna get (Forrest Gump)
Minggu, 20 Desember 2009
Jumat, 18 Desember 2009
Dan Saat Aku Melihatmu Menangis.....
.... Percayalah mirisnya hatiku berlipat ganda apabila kau bandingkan dengan milikmu.
Aku percaya manusia juga dibentuk dengan luka. Sesuatu yang membuatmu tertawa akan lenyap dalam beberapa kejap saja. Namun esensi luka, tidak segampang itu akan kau lupakan. Mungkin lukaku tak seberapa bila dibandingkan dengan perih yang dirasakan seorang Ibu suku Tutsi yang kehilangan suami-anak-orangtuanya yang dibantai. Namun biarlah aku sedikit berbagi tentang lukaku.
Di dunia ini, hatiku terbagi enam. Well, sebenarnya aku memiliki dua belas bagian hati. Enam telah kuberikan kepadaNya. Sisanya, untuk mereka yang benar-benar aku cintai. Tahukah kamu, bagaimana rasanya memiliki hati yang terbagi enam? Boleh dikata, nyawa yang terbagi enam juga. Untuk enam orang yang berbeda, kupercayakan hatiku untuk mereka.
Saat mereka gembira, rasa gembiraku turut meluber ke mana-mana. Tetapi saat aku melihat salah satu dari mereka menangis, percayalah mirisnya hatiku berlipat ganda apabila kalian bandingkan dengan milik kalian.
Keningmu yang berkerut, membuat otakku ikut mendidih memikirkan solusi.
Kegagalanmu, aku anggap sebagai kegagalanku. Sepenuhnya. Maka aku tak boleh gagal agar kau tidak akan pernah merasakan hal yang sama.
Matamu yang nanar seperti kaca yang hendak merapuh, sukses membuat hatiku ikut sesak. Seperti ada tekanan gas yang mendesak di dalam. Aku akan pura-pura tegar dan menenangkanmu. Tapi tahukah kamu, saat punggungmu tak terlihat dan aku tak sanggup untuk menahannya lagi, luruhlah semua air ini.
Tak bisa kupungkiri, aku sering meledak saat menyadarimu melakukan kesalahan. Tapi semua itu hanya karena aku terlalu khawatir padamu.
Aku ikut terluka.. setiap kali melihat kalian luka. Sekecil apapun, itu cukup menggores hatiku. Perih.
Aku percaya manusia juga dibentuk dengan luka. Sesuatu yang membuatmu tertawa akan lenyap dalam beberapa kejap saja. Namun esensi luka, tidak segampang itu akan kau lupakan. Mungkin lukaku tak seberapa bila dibandingkan dengan perih yang dirasakan seorang Ibu suku Tutsi yang kehilangan suami-anak-orangtuanya yang dibantai. Namun biarlah aku sedikit berbagi tentang lukaku.
Di dunia ini, hatiku terbagi enam. Well, sebenarnya aku memiliki dua belas bagian hati. Enam telah kuberikan kepadaNya. Sisanya, untuk mereka yang benar-benar aku cintai. Tahukah kamu, bagaimana rasanya memiliki hati yang terbagi enam? Boleh dikata, nyawa yang terbagi enam juga. Untuk enam orang yang berbeda, kupercayakan hatiku untuk mereka.
Saat mereka gembira, rasa gembiraku turut meluber ke mana-mana. Tetapi saat aku melihat salah satu dari mereka menangis, percayalah mirisnya hatiku berlipat ganda apabila kalian bandingkan dengan milik kalian.
Keningmu yang berkerut, membuat otakku ikut mendidih memikirkan solusi.
Kegagalanmu, aku anggap sebagai kegagalanku. Sepenuhnya. Maka aku tak boleh gagal agar kau tidak akan pernah merasakan hal yang sama.
Matamu yang nanar seperti kaca yang hendak merapuh, sukses membuat hatiku ikut sesak. Seperti ada tekanan gas yang mendesak di dalam. Aku akan pura-pura tegar dan menenangkanmu. Tapi tahukah kamu, saat punggungmu tak terlihat dan aku tak sanggup untuk menahannya lagi, luruhlah semua air ini.
Tak bisa kupungkiri, aku sering meledak saat menyadarimu melakukan kesalahan. Tapi semua itu hanya karena aku terlalu khawatir padamu.
Aku ikut terluka.. setiap kali melihat kalian luka. Sekecil apapun, itu cukup menggores hatiku. Perih.
Terima Kasih Banyak :)
Aku ingin menjadi dia yang terlihat begitu super. Begitu indah dalam kesederhanaan. Tapi aku tak ma(mp)u berpura-pura. Aku pernah merasakan betapa lelahnya terjebak dalam lingkaran setan ‘pura-pura’. Pura-pura ikut bahagia, pura-pura tertawa, pura-pura melucu. Aku hanya ingin menjadi diriku dengan sederhana. Dan mencintai diriku dengan sederhana pula. Bukankah cintaku yang kekal di dunia ini pada hakikatnya hanya ada satu, cinta pada diriku sendiri. Aku mencintai diriku saat sedang bercinta dengan Tuhan. Aku mencintai diriku saat sedang bercinta dengan keluargaku. Aku mencintai diriku saat nanti mencintainya juga. Satu langkah pertama sebelum itu semua, aku harus mencintai diriku sendiri... dengan sederhana.
Tapi bolehlah bila aku juga memiliki orang-orang yang kuanggap cukup menginspirasi.
Aku ingin menjadi dia. Yang selalu berusaha untuk membuat semua orang bahagia. Kebahagiaannya adalah hal terakhir yang dia inginkan. Senyumannya adalah ketika mereka juga tersenyum. Namun aku juga tidak ingin menjadi dia dengan segala kelemahannya. Tidak mampu menolak apa yang mereka inginkan tetapi dia sebenarnya tidak menghendaki. Paradoks, dia justru menjadi kuat dengan segala kelemahannya. Berulang kali aku menegur agar dia menjadi orang yang lebih tegas, berulang kali dia mencoba dan tidak bisa. Dia orang yang akan tetap memegang tangan mereka. Seberat apapun, tak akan dia lepaskan. Aku tahu itu. Aku penasaran terbuat dari apa hatinya. Mampu memaafkan saat mereka mengkhianatinya, terutama saat dia mengkhianatinya. Tetap berdiri dan memegang tangan mereka dalam terpaan badai topan sekalipun. Demi Tuhan aku tahu dia telah limbung dan ingin jatuh, tapi dia tidak akan jatuh demi tetap memegang mereka.
Kemudian ada dia yang menempati tempat kedua. Dia yang mengajariku tentang mimpi dan realisasi mimpi. Dia mengajariku bagaimana caranya untuk terbang tanpa takut jatuh. Ketika aku jatuh –katanya-, jangan takut untuk mencoba lagi. Tuhan tidak bisa mengabulkan semua permintaan dalam waktu yang bersamaan. Karena paradigma yang ada mengatakan, selalu ada paradoks antara pintaku, pintamu dan pinta mereka. Dia orang yang selalu penuh dengan mimpi. Hidupnya tentang mimpi dan usaha untuk menggapainya. Yang membuatku heran, dia selalu bisa meraih apa yang dia inginkan. Membuat iri memang. Tapi saat aku menilik ke belakang, ada ribuan kilometer jalan berliku yang telah dia lewati. Tidak mudah, susah. Aku tahu, dia pantas mendapatkannya.
Masih ada beberapa lagi mereka yang menginspirasiku. Mereka yang telah memberikanku pelajaran hidup, meski aku tahu mereka tidak –atau mungkin belum- menyadarinya. Untuk mereka, orang yang mengajariku menulis dengan hati, orang-orang yang mengajariku berusaha untuk merealisasikan mimpi, orang yang mengajariku untuk selalu ingat akan adanya akhir dari kehidupan ini, orang yang mengajariku tentang mencintai dan dicintai, orang yang mengajariku tentang indahnya ketulusan hati... terima kasih.
Tapi bolehlah bila aku juga memiliki orang-orang yang kuanggap cukup menginspirasi.
Aku ingin menjadi dia. Yang selalu berusaha untuk membuat semua orang bahagia. Kebahagiaannya adalah hal terakhir yang dia inginkan. Senyumannya adalah ketika mereka juga tersenyum. Namun aku juga tidak ingin menjadi dia dengan segala kelemahannya. Tidak mampu menolak apa yang mereka inginkan tetapi dia sebenarnya tidak menghendaki. Paradoks, dia justru menjadi kuat dengan segala kelemahannya. Berulang kali aku menegur agar dia menjadi orang yang lebih tegas, berulang kali dia mencoba dan tidak bisa. Dia orang yang akan tetap memegang tangan mereka. Seberat apapun, tak akan dia lepaskan. Aku tahu itu. Aku penasaran terbuat dari apa hatinya. Mampu memaafkan saat mereka mengkhianatinya, terutama saat dia mengkhianatinya. Tetap berdiri dan memegang tangan mereka dalam terpaan badai topan sekalipun. Demi Tuhan aku tahu dia telah limbung dan ingin jatuh, tapi dia tidak akan jatuh demi tetap memegang mereka.
Kemudian ada dia yang menempati tempat kedua. Dia yang mengajariku tentang mimpi dan realisasi mimpi. Dia mengajariku bagaimana caranya untuk terbang tanpa takut jatuh. Ketika aku jatuh –katanya-, jangan takut untuk mencoba lagi. Tuhan tidak bisa mengabulkan semua permintaan dalam waktu yang bersamaan. Karena paradigma yang ada mengatakan, selalu ada paradoks antara pintaku, pintamu dan pinta mereka. Dia orang yang selalu penuh dengan mimpi. Hidupnya tentang mimpi dan usaha untuk menggapainya. Yang membuatku heran, dia selalu bisa meraih apa yang dia inginkan. Membuat iri memang. Tapi saat aku menilik ke belakang, ada ribuan kilometer jalan berliku yang telah dia lewati. Tidak mudah, susah. Aku tahu, dia pantas mendapatkannya.
Masih ada beberapa lagi mereka yang menginspirasiku. Mereka yang telah memberikanku pelajaran hidup, meski aku tahu mereka tidak –atau mungkin belum- menyadarinya. Untuk mereka, orang yang mengajariku menulis dengan hati, orang-orang yang mengajariku berusaha untuk merealisasikan mimpi, orang yang mengajariku untuk selalu ingat akan adanya akhir dari kehidupan ini, orang yang mengajariku tentang mencintai dan dicintai, orang yang mengajariku tentang indahnya ketulusan hati... terima kasih.
Untuk Impian, Harapan dan Cita-cita
Ya allah...
Maafkan aku yang mudah mengeluh.
Aku takut menyadari bahwa aku hampir saja berhenti bermimpi. Atau bahkan sudah? Entahlah, kemarin-kemarin adalah hari super duper suram sekali. Beruntungnya aku memiliki dia yang segera menyadarkanku. Ah fela... lupakah kamu, bahwa manusia adalah seonggok daging yang bermimpi.. aku tidak mau menjadi zombie yang berkeliaran di keramaian jalan hanya karena aku tidak lagi bermimpi.
Aku takut,
Takut kecewa karena tidak berhasil melunasi impian tahun ini. Takut resolusi mimpi 2009-ku terberai di tengah jalan. Takut tidak bisa menjadi ‘dia yang bertanggung jawab dengan pilihannya’. Ketakutan-ketakutan pecundang yang kemudian membawaku pada sebuah titik untuk melepaskannya saja. Padahal aku masih berlari. Melepaskan mimpi saat menyadari sinyal-sinyal aku tidak akan mampu menyentuh khatulistiwa. Dan aku telah melakukan kesalahan besar dengan berniat melepaskannya karena aku masih berlari mengejarnya, aku masih dapat meraihnya. Ini belum mencapai titik kulminasi. Toh apabila akhirnya tidak sesuai harapan, aku masih memiliki ribuan kesempatan lain.
Aku tidak boleh berhenti bermimpi. Untuk impian, harapan dan cita-cita.. maafkan aku yang hampir saja melepasmu karena takut kecewa. Dan untuknya, terima kasih... banyaaaak
Maafkan aku yang mudah mengeluh.
Aku takut menyadari bahwa aku hampir saja berhenti bermimpi. Atau bahkan sudah? Entahlah, kemarin-kemarin adalah hari super duper suram sekali. Beruntungnya aku memiliki dia yang segera menyadarkanku. Ah fela... lupakah kamu, bahwa manusia adalah seonggok daging yang bermimpi.. aku tidak mau menjadi zombie yang berkeliaran di keramaian jalan hanya karena aku tidak lagi bermimpi.
Aku takut,
Takut kecewa karena tidak berhasil melunasi impian tahun ini. Takut resolusi mimpi 2009-ku terberai di tengah jalan. Takut tidak bisa menjadi ‘dia yang bertanggung jawab dengan pilihannya’. Ketakutan-ketakutan pecundang yang kemudian membawaku pada sebuah titik untuk melepaskannya saja. Padahal aku masih berlari. Melepaskan mimpi saat menyadari sinyal-sinyal aku tidak akan mampu menyentuh khatulistiwa. Dan aku telah melakukan kesalahan besar dengan berniat melepaskannya karena aku masih berlari mengejarnya, aku masih dapat meraihnya. Ini belum mencapai titik kulminasi. Toh apabila akhirnya tidak sesuai harapan, aku masih memiliki ribuan kesempatan lain.
Aku tidak boleh berhenti bermimpi. Untuk impian, harapan dan cita-cita.. maafkan aku yang hampir saja melepasmu karena takut kecewa. Dan untuknya, terima kasih... banyaaaak
Untuk Impian, Harapan dan Cita-cita
Ya allah...
Maafkan aku yang mudah mengeluh.
Aku takut menyadari bahwa aku hampir saja berhenti bermimpi. Atau bahkan sudah? Entahlah, kemarin-kemarin adalah hari super duper suram sekali. Beruntungnya aku memiliki dia yang segera menyadarkanku. Ah fela... lupakah kamu, bahwa manusia adalah seonggok daging yang bermimpi.. aku tidak mau menjadi zombie yang berkeliaran di keramaian jalan hanya karena aku tidak lagi bermimpi.
Aku takut,
Takut kecewa karena tidak berhasil melunasi impian tahun ini. Takut resolusi mimpi 2009-ku terberai di tengah jalan. Takut tidak bisa menjadi ‘dia yang bertanggung jawab dengan pilihannya’. Ketakutan-ketakutan pecundang yang kemudian membawaku pada sebuah titik untuk melepaskannya saja. Padahal aku masih berlari. Melepaskan mimpi saat menyadari sinyal-sinyal aku tidak akan mampu menyentuh khatulistiwa. Dan aku telah melakukan kesalahan besar dengan berniat melepaskannya karena aku masih berlari mengejarnya, aku masih dapat meraihnya. Ini belum mencapai titik kulminasi. Toh apabila akhirnya tidak sesuai harapan, aku masih memiliki ribuan kesempatan lain.
Aku tidak boleh berhenti bermimpi. Untuk impian, harapan dan cita-cita.. maafkan aku yang hampir saja melepasmu karena takut kecewa. Dan untuknya, terima kasih... banyaaaak
Maafkan aku yang mudah mengeluh.
Aku takut menyadari bahwa aku hampir saja berhenti bermimpi. Atau bahkan sudah? Entahlah, kemarin-kemarin adalah hari super duper suram sekali. Beruntungnya aku memiliki dia yang segera menyadarkanku. Ah fela... lupakah kamu, bahwa manusia adalah seonggok daging yang bermimpi.. aku tidak mau menjadi zombie yang berkeliaran di keramaian jalan hanya karena aku tidak lagi bermimpi.
Aku takut,
Takut kecewa karena tidak berhasil melunasi impian tahun ini. Takut resolusi mimpi 2009-ku terberai di tengah jalan. Takut tidak bisa menjadi ‘dia yang bertanggung jawab dengan pilihannya’. Ketakutan-ketakutan pecundang yang kemudian membawaku pada sebuah titik untuk melepaskannya saja. Padahal aku masih berlari. Melepaskan mimpi saat menyadari sinyal-sinyal aku tidak akan mampu menyentuh khatulistiwa. Dan aku telah melakukan kesalahan besar dengan berniat melepaskannya karena aku masih berlari mengejarnya, aku masih dapat meraihnya. Ini belum mencapai titik kulminasi. Toh apabila akhirnya tidak sesuai harapan, aku masih memiliki ribuan kesempatan lain.
Aku tidak boleh berhenti bermimpi. Untuk impian, harapan dan cita-cita.. maafkan aku yang hampir saja melepasmu karena takut kecewa. Dan untuknya, terima kasih... banyaaaak
j o g j a k a r t a!
Jogjakarta.
Akhirnya aku sudah menemukan damai dalam malammu yang larut
Nyawa baru dalam pagimu yang hidup,
Dan bila hujan menggila seperti sekarang ini,
Kutemukan diriku dalam dirimu
Jogjakarta,
Kamu tidak terdefinisikan dalam kata.
Akhirnya aku sudah menemukan damai dalam malammu yang larut
Nyawa baru dalam pagimu yang hidup,
Dan bila hujan menggila seperti sekarang ini,
Kutemukan diriku dalam dirimu
Jogjakarta,
Kamu tidak terdefinisikan dalam kata.
Rumah
Aku masih mencari rumahku, tempatku akan berpulang
Pulang, sejauh apapun aku pergi
Pulang, dan meninggalkan sepotong hati di sana
Menyimpannya dalam tempat teraman yang seharusnya kumiliki,
Rumah,
Adalah tempat seharusnya aku merasa nyaman
Adalah tempat aku bisa menanggalkan segala kemunafikan
Adalah tempat di mana aku bisa mendapatkan pegangan
Adalah tempat di mana aku bisa menyingkir sejenak dari kebisingan dunia....
...........dari ketamakan hidup
...........dari kegilaan, ketidakwajaran, yang ada di luar sana
Di tengah kegilaan hidup yang semakin meraja lela, aku takut ikut menjadi gila
Di tengah kegaduhan hidup yang semakin mirip pasar malam,
Aku takut saat menyadari bahwa tempatku tak lebih dari pojok pasar yang sepi
Dan, sendiri
Merasa kosong di antara kepenuhan
Merasa sendiri di antara gegap gempita dunia
Aku masih mencari,
Mencari rumahku
Kapan aku menemukannya?
Aku tak tahu, aku lelah harus terus berlari
Mataku terus melirik kanan-kiri
Di jalanan yang lenggang dan sepi,
Di jalanan yang ramai dan gaduh,
Aku terus mencari.
Mencari sesuatu yang kurindukan,
Mencari sesuatu yang kuinginkan, sangat kuinginkan
Mencari seseorang untukku bersandar,
Mencari seseorang yang tidak akan pernah mengecewakanku, dan
aku tidak akan pernah mengecewakannya juga
Sepotong hati terus kubawa lari,
Sepotong hati yang telah lelah berlari sendiri
Sepotong hati yang telah lelah, dan ingin pulang
Sekarang, dan saat ini juga
Aku tak tahu kapan aku akan berhenti berlari,
Semoga aku berhenti karena telah menemukan yang kucari, bukan karena kehabisan energi di tengah perjalanan yang panjang ini
Aku masih mencari,
Mencari rumahku.
Pulang, sejauh apapun aku pergi
Pulang, dan meninggalkan sepotong hati di sana
Menyimpannya dalam tempat teraman yang seharusnya kumiliki,
Rumah,
Adalah tempat seharusnya aku merasa nyaman
Adalah tempat aku bisa menanggalkan segala kemunafikan
Adalah tempat di mana aku bisa mendapatkan pegangan
Adalah tempat di mana aku bisa menyingkir sejenak dari kebisingan dunia....
...........dari ketamakan hidup
...........dari kegilaan, ketidakwajaran, yang ada di luar sana
Di tengah kegilaan hidup yang semakin meraja lela, aku takut ikut menjadi gila
Di tengah kegaduhan hidup yang semakin mirip pasar malam,
Aku takut saat menyadari bahwa tempatku tak lebih dari pojok pasar yang sepi
Dan, sendiri
Merasa kosong di antara kepenuhan
Merasa sendiri di antara gegap gempita dunia
Aku masih mencari,
Mencari rumahku
Kapan aku menemukannya?
Aku tak tahu, aku lelah harus terus berlari
Mataku terus melirik kanan-kiri
Di jalanan yang lenggang dan sepi,
Di jalanan yang ramai dan gaduh,
Aku terus mencari.
Mencari sesuatu yang kurindukan,
Mencari sesuatu yang kuinginkan, sangat kuinginkan
Mencari seseorang untukku bersandar,
Mencari seseorang yang tidak akan pernah mengecewakanku, dan
aku tidak akan pernah mengecewakannya juga
Sepotong hati terus kubawa lari,
Sepotong hati yang telah lelah berlari sendiri
Sepotong hati yang telah lelah, dan ingin pulang
Sekarang, dan saat ini juga
Aku tak tahu kapan aku akan berhenti berlari,
Semoga aku berhenti karena telah menemukan yang kucari, bukan karena kehabisan energi di tengah perjalanan yang panjang ini
Aku masih mencari,
Mencari rumahku.
L I (F) E
Aku tahu kamu lelah berpura-pura,
Aku tahu kamu lelah tertawa
Aku tahu kamu lelah.
Mengapa tidak berhenti saja,
Aku memohon padamu untuk berhenti saja
Buat apa risau dengan pikiran mereka,
Aku tetap akan mencintaimu apa adanya
Mungkin kamu khawatir,
Akan apa yang selanjutnya terjadi
Mungkin kamu takut,
Bila kamu yang sebenarnya terungkap
Live life..
Aku tahu kamu lelah tertawa
Aku tahu kamu lelah.
Mengapa tidak berhenti saja,
Aku memohon padamu untuk berhenti saja
Buat apa risau dengan pikiran mereka,
Aku tetap akan mencintaimu apa adanya
Mungkin kamu khawatir,
Akan apa yang selanjutnya terjadi
Mungkin kamu takut,
Bila kamu yang sebenarnya terungkap
Live life..
Selasa, 08 Desember 2009
di tengah suasana homesick : )
sudah hampir empat bulan saya berdomisili di jogja.
hm.. meski tetap kuakui sering sekali bolak-balik kudus:)
banyak hal yang menyadarkan saya di sini. salah satunya yang terpenting, tentang berharganya keberadaan keluarga dalam kehidupan saya. yap.
hm.. meski tetap kuakui sering sekali bolak-balik kudus:)
banyak hal yang menyadarkan saya di sini. salah satunya yang terpenting, tentang berharganya keberadaan keluarga dalam kehidupan saya. yap.
Langganan:
Postingan (Atom)